Ibu Gelisah Mencari Jenazah Anak Setelah Kebakaran Gedung
Di tengah ketidakpastian dan kesedihan mendalam, Mimi Adriani Nasution tiba di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, mencari jenazah anaknya, Raihan, yang berusia 24 tahun. Kebakaran dahsyat di Gedung Terra Drone di Jakarta Pusat telah merenggut nyawa banyak orang, termasuk putranya yang bekerja di sana.
Sejak kabar kebakaran itu mencuat, Mimi tak henti berusaha untuk mengetahui kondisi anaknya. Meski sudah berusaha mencari informasi secara resmi, jawaban yang diterimanya tetap tak memuaskan, membuat kecemasan semakin meningkat.
“Saya belum melihat, apakah Raihan ada di dalam itu. Tapi kalau di daftar dan segala macam, ada nama Raihan di urutan ke-11,” ujar Mimi penuh harap di RS Polri.
Proses Identifikasi dan Ketidakpastian yang Menghantui
Mimi mengungkapkan kekhawatirannya tentang proses identifikasi yang berjalan lambat. Ia mendatangi RS Polri untuk memastikan identitas putranya, tetapi hanya diminta memberikan ciri-ciri fisik dan mengambil sampel DNA. Proses ini membuatnya semakin cemas.
“Saya sudah konfirmasi ke pihak RS, cuma diminta ciri-ciri. Cuma diambil DNA. Apakah Raihan ada di dalamnya, antara yang 22 itu, saya belum tahu,” ujarnya dengan nada putus asa.
Ketika upayanya menghubungi Raihan tak mendapatkan respons, kepanikannya semakin meningkat. Telepon seluler anaknya yang semula aktif, tiba-tiba tidak dapat dihubungi setelah kejadian itu.
Kebiasaan Sehari-hari Raihan dan Percakapan Terakhir
Raihan dikenal sebagai sosok yang sederhana, lebih suka membawa bekal dari rumah. Sehari sebelum kebakaran, percakapan terakhir Mimi dengan anaknya hanya berkisar pada pengiriman paket dari Samsung yang ia terima.
Mimi mengenang bagaimana setiap pagi Raihan selalu berpamitan dengan mencium tangannya sebelum berangkat kerja. Saat-saat seperti itu kini menjadi kenangan yang menyedihkan dan penuh rasa rindu.
Saat mengenang kebiasaan harian Raihan, Mimi merasa sangat kehilangan. Ia tak menyangka bahwa pagi itu akan menjadi komunikasi terakhir mereka sebelum tragedi tersebut terjadi.
Keinginan untuk Mengetahui Kebenaran di Balik Kebakaran
Mimi juga mengungkapkan rasa bingung dan kemarahan terhadap kurangnya penanganan keselamatan di tempat kerja Raihan. Ia merasa seharusnya pihak perusahaan memiliki prosedur darurat yang memadai untuk mencegah tragedi seperti ini terjadi.
“Yang bingung itu, kok di kantor tidak ada penanganan kayak simulasi atau apa? Bagaimana Raihan bisa terjebak?” ujarnya, mempertanyakan minimnya kewaspadaan dalam situasi berbahaya tersebut.
Menurut laporan, Raihan diduga terperangkap di lantai lima saat kebakaran terjadi. Ia merasa sangat sedih mengetahui anaknya yang berusia muda harus menghadapi akhir yang tragis.
Korban Kebakaran dan Dampaknya bagi Keluarga
Kebakaran di Gedung Terra Drone Kemayoran ini mengakibatkan 22 orang tewas, dan perkembangan informasi mengenai jumlah korban semakin menambah kepedihan yang dirasakan oleh keluarga-keluarga yang ditinggalkan. Sore itu, 22 kantong jenazah telah tiba di RS Polri untuk diidentifikasi.
“Sampai pukul 17.00 WIB data korban, sudah 22 orang meninggal dunia,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, menjelaskan situasi yang semakin mendesak.
Dari jumlah tersebut, tujuh di antaranya adalah laki-laki dan 15 perempuan. Pihak Kepolisian menyebutkan dugaan awal penyebab kebakaran berasal dari baterai drone mainan yang terbakar di lantai satu gedung tersebut.
Peristiwa tragis ini menyoroti pentingnya keselamatan kerja dan prosedur evakuasi dalam situasi darurat. Keluarga-keluarga yang kehilangan anggota mereka merasa bahwa semua itu seharusnya bisa dihindari. Namun, kenyataan pahit telah terjadi, meninggalkan duka mendalam bagi setiap orang yang ditinggalkan.
Mimi, dengan air mata yang mengalir, berkata, “Baru usianya 24 tahun. Banyak mimpi-mimpi dia yang belum kesampaian.” Kenangan bersama Raihan jelas akan terus hidup dalam ingatan orang-orang terkasih, meskipun fisiknya telah tiada.




