Mahasiswa UNY Ditangkap Polisi Karena Aksi di Polda DIY
Seorang mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta bernama Perdana Arie ditangkap oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) karena diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025. Penangkapan ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan aktivis dan organisasi masyarakat sipil yang merasa tindakan tersebut melanggar prosedur hukum yang berlaku.
Menurut pernyataan Aliansi Jogja Memanggil, Perdana Arie ditangkap di kediamannya oleh sejumlah anggota polisi tanpa adanya surat penangkapan resmi. Penyampaian informasi mengenai statusnya sebagai saksi juga dianggap tidak memadai, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang legitimitas penangkapan tersebut.
Pihak Aliansi menyebut bahwa proses penangkapan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang harus diikuti. Penangkapan tanpa surat resmi dan tanpa prosedur yang benar mengindikasikan adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak aparat.
Kronologi Penangkapan Perdana Arie dan Tanggapan Publik
Pada Rabu, 24 September 2025, Perdana Arie ditangkap setelah aksi unjuk rasa pada tanggal 29 Agustus di depan Mapolda DIY. Dalam saat penangkapannya, ia dilaporkan mengalami tekanan dari pihak kepolisian untuk menerima pendamping hukum yang ditunjuk secara sepihak.
Setelah penangkapan, status Perdana Arie langsung berubah dari saksi menjadi tersangka. Hal ini menimbulkan sorotan karena dianggap sebagai pelanggaran prosedur hukum, di mana dia seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan terlebih dahulu sebagai saksi.
Pernyataan dari Aliansi Jogja Memanggil menekankan bahwa Perdana Arie bukanlah pelaku kekerasan, melainkan menjadi korban tindakan brutal saat aksi demonstrasi. Penangkapan ini dinilai sebagai bagian dari upaya penindasan terhadap aktivis dan masyarakat sipil yang voicing dissent.
Reaksi Komunitas dan Dukungan Hukum
Advokasi hukum untuk Perdana Arie kini ditangani oleh Barisan Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan (Bara Adil). Anggota Bara Adil, Atqo Darmawan Aji, menyatakan bahwa penunjukan pendamping hukum oleh pihak Polda DIY dilakukan tanpa koordinasi dengan keluarga Perdana Arie.
Input dari Atqo menunjukkan bahwa Perdana Arie telah mengalami aksi kekerasan semasa penangkapan, meskipun tidak sampai mengakibatkan luka fisik yang jelas. Tindak kekerasan ini, menurutnya, melanggar ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Aliansi Jogja Memanggil juga menyatakan keprihatinan terhadap pihak kepolisian yang lebih berfokus pada penangkapan aktivis, ketimbang menindak anggota internal yang terlibat dalam tindakan kekerasan kepada demonstran. Hal ini, menurut mereka, mencerminkan adanya pembungkaman terhadap gerakan masyarakat yang berhak untuk bersuara.
Tindakan Kepolisian yang Dipertanyakan
Sejak gelombang unjuk rasa pada 29-31 Agustus, Polda DIY sudah menahan sejumlah individu, termasuk anak-anak. Laporan menyebutkan sebanyak 66 orang yang ditangkap, termasuk 24 di antaranya berusia di bawah umur.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika diketahui ada sepuluh demonstran yang mengalami luka berat akibat penanganan aparat. Situasi ini memicu keprihatinan luas di kalangan masyarakat dan organisasi hak asasi manusia.
Aliansi juga mencatat adanya laporan tentang seorang mahasiswa Universitas Amikom yang meninggal dunia dalam rangkaian aksi tersebut. Hal ini menambah catatan kelam tindakan represif terhadap mahasiswa dan masyarakat lainnya yang berupaya menyuarakan pendapat.